'RAISHA' SAYANG MAMA

Rabu, 27 April 2011
Aku selalu menjalani hari seperti biasanyaa. berangkad sekolah, belajar, pulang kerumah, dan hang out dengan teman-teman. Tapi tidak untuk hari ini. Entah mengapaa perasaanku gundah gulana, aku bingung, hatiku merasaaa sakid, tapi aku tak tau apa yang sedang aku pikirkan juga rasakan. ini terjadi terus menerus hingga sesaad sebelum bel pulang sekolah berdentang. Tiba-tiba sajahh sebuah pesan masuk kedalam inbox handphoneku.

Raiisha, papah sudah didepan gerbangmu. Kita harus menengok mamah di Bandung karna mamah sedang sakid.

Begitulah isi pesan singkad yang aku baca. Dari papah. Sejak perceraian itu, mamah dan papah telah berpisahh rumah. Tapi kami masih saling berhubungan baik. Aku memilih tinggal dengan papah karna aku malas untuk pindah sekolah ke Bandung . Kebetulaan sekali sekarang aku telah kelas dua belas. Rasanya sayang untuk adaptasi di hari hari terakhir sekolah. "aku merindukanmu mamah" ucapku lirih.

Setelah bel berdentang, aku langsung merapikan bukuku dengan sigap dan berlari menuju gerbang sekolah untuk menemui papah. Kulihad kerutan dalam di dahinya, pertanda papah sedang merasakan hal yang sama denganku antara takut, cemas, gundah, juga sedih. Tapi yaa, aku tak ingin menunjukan hal itu didepan papah karna aku tak ingin menambah beban pikirannya. Ku coba mencairkan suasana karna tak ingin berjalan dalam diam selama beberapa jam kedepan.

"Pah, mamah sakid apahh?" tanyaku pelan berusaha sedikid demi sedikid memecahkan keheningan ini.

"Mamah didiagnosa terkena kanker rahim sayang." jawab papah sambil menahan air mata yang aku tau mungkin sebentar lagi akan jatuh. Aku hanya bisa terdiam. Aku belum mengerti harus apa. Jujur aku shock! Hatiku menjeriit. Apa yang harus aku lakukan mamaahhh?! Aku tak ingin kehilangan mamahhh.

Tapi apa dayaakuu?! Kali ini kami memang benar-benar berdiam diri. Tak ada sepatah katapun keluar dari muludku ataupun papah. Kami sedang tenggelam dalam pikiran kami masing-masing. Aku mengingad masa-masa yang telah aku lalui bersama mamah. Rasanyaaa aku sangad takut bila suatu hari mamah meninggalkankuu. Meskipun kami telah berpisahh rumaahh. Tapi hari-hariku tetap diwarnai oleh kehadiran mamahh. Setiap hari mamah selalu meneleponku untuk mengucapkan selamad malam. Setiap akhir pekan mamah selalu mengajakku berjalan-jalan. Tapi kenapa selama beberapa hari kemarin aku benar-benar tidak menyadari kalau mamah sakid?

Mamah terlalu pintar menyembunyikan semuanyaaa. Bahkan dari papah sekalipun yang telah menemani hidupnya selama 15 tahun. "mamahh memang orang yang hebad tapi kali ini aku menyesali karna ternyata aku tidak terlalu peka untuk mengetahui apa yang sedang mamah rasakan. maaf." ujarku lirih dan papah hanya bisaa mengusap lembud rambudkuu sambil memberikan senyum terbaiknya seolah-olah mengatakan mamah akan baik-baik sajahh sayang. Walaupun aku tidak begitu yakin, tapi aku percayaa kalau kami semua adalah orang yang kuad.

Setibanya dirumah sakid. aku langsung mencari kamar mamah. Kubuka pintu perlahan dan kulihad mamahh sedang berbaring menghadap jendela dan membelakangiku. Mamah tidak tahu aku datang. kulihad badan itu kini telahh kurus, layu, tanpa gairah untuk menatap kehidupan. Sejujurnyaa aku tak kuasaaa menahan tangis. Tapi aku harus terlihad kuad untuk mamahh karna aku anak satu-satunya yang mamah miliki. Dengan langkah gontai ku hampiri mamah, kuusap rambudnyaa yang dulu biasa terlihad rapih juga indah dan kini berubah menjadi sedikid tidak terawat.

"mahhh ..."

"..." mamah hanya diam.
Dan akupun langsung memeluk mamahhh. Benar-benar kali ini tak lagi aku mampu menahan semua. Air mata ini berjatuhan membasahi pipinyaa. Kukecup perlahan dan sekali lagi kusapa hangad dirinya "mahh ini raiishhaaa. mamaahh kenapaa bisa begini mahh?"

Mamahhpun menolehh dan melihadku dengan mata nanar tapi aku tau mamah takkan pernah menunjukkan rasa sakidnyaa sesakid apapun yang dirasakan. "sayang, bagaimana hari ini? indahh?" yaaaa TUHAN! Aku lihadd ketegaran ituuu. Mamahh masih selalu menanyakan hal yang sama padaku. Setiap hari. Setiap saad dengan kalimad yang telah terekam di otakkuuu yang paling dalam, bagaimana hari ini? indah?

Aku hanya bisaaa menjawab dengan sakid di dada, "indahh mahh. raisha sayang mamahh. cepad sembuh yaa mahh." dan akupun langsung berlari keluar. Meninggalkan mamah dengan papah. karnaa sejujurnyaaa aku benar-benar belum siap melihad ini semuaa.

???

Dua minggu telah berlalu sejak hari itu. Hari dimana aku melihad mamah dalam keadaan berbeda. Entah mengapaa aku sulid untuk menerimaa bahkan akuu memagari diriku dengan pikiran agar aku tak melihad mamah. Karna aku benar-benar tak kuasaaa. Setiap kali papah mengajakku untuk menjenguk mamah, aku selalu menolak. Karna aku pikir itu bukan mamahku. Mamah yang aku kenal. BUKAN! Tapi setiap kali itu juga aku menampik, aku menyadari kenyataan kalau wanita yang tak berdaya itu adalah MAMAH.

Aku terlihad begitu egoiss. Aku terlihadd begitu jahad mungkiin. Tapi tolong rasakan apa yang aku rasakan. Aku menjeriidd. Benar-benar tak menyangkaa di usianya yang masih muda. Mamah harus mengalami sakid ituuu. Hingga pada akhirnyaaa suatu malam papah menghampiriku dan berbicara "sayang, mulai besok mamah akan tinggal bersama kita. papahh mauu memfokuskan diri untuk merawad mamahh. kasian kalau di Bandung , pasti tidak ada yang merawad. kamu tidak keberatan kan sayang?"

Aku tersentak kaget. Mamah akan tinggal bersama kami? Dengan begitu aku akan selalu melihad wajahnya, melihad tubuhnya yang kurus layu ituu? Ohh bagaimana ini tapi aku juga tidak mungkin mengecewakan papah karna tahu aku tak menginginkan mamah dalam keadaan itu.

Aku terdiam. Mencoba berpikir. Aku tidak boleh lagi egoiss. Bagaimana rasanyaa bila aku di posisi mamah. Saad anakku menolakk dirikuu. Tiba-tiba sajah tamparan kecil ituu menyadarkanku. Kalau aku haruss haruss menjadi anak yang lebih dewasa lagii. Dan perlahan ku anggukan kepala tanda menyetujui permintaan papah, lalu aku lihad secercah sinar dari mata juga senyum papah. KEBAHAGIAAN.

???

Keesokan harinyaa. Sepulang sekolah dan setibanya dirumah. Aku menuju kamarku dilantai dua, sebelum menaiki tangga. Kulihad pintu kamar tamu terbuka. Mamah?! Dalam hati aku bertanya, tapi aku langsung berlari menaiki tangga. Aku tak ingin menyapanyaa. Bukan tak ingin tapi lebih tepadnya aku belum siap. Setelah selesai berganti pakaian dan ingin makan, aku langsung turun kelantai bawah untuk mencari makanan yang biasanya telah disiapkan oleh bibi.

Dimejaa makan, ku buka tudung saji dan kulihad ada soup jagung dengan ayam bakar kesukaankuu. Ku buka piring yang tertelungkup, dan saad itu kutemukan secarik kertas dibawah piring itu.

Sayang bagaimana hari ini? Indah? Mamah sayang kamu hingga nafas terakhir mamah.

Saad ituu jugaa air mata ini kembali jatuhh. Aku terlaluu jahad sebagai seorang anak. Mamahh tulus menyayangikuu sedari kecil tapi aku membalasnya dengan perlakuan takk terdidik. Saad itu juga aku langsung berlarii menghampiri mamahh di kamar dan memeluknyaaa.

"mamahh, maafin raishaaa ." aku tak mampu berkatakata dan sekali lagi kudengar kata itu, "iia sayang, bagaimana hari ini? indah?"

Dann dengan senyum yang ku berikaan tulus untuk mamah, ku jawab "selalu indah mah karna mamahh." hingga rasaa takud, cemas, kecewa, sedih juga amarah lenyap begitu saja ketika kurasakan hangadnya pelukan mamahhh.

22 November 2009 - 13:14 WIB By : atanotonogoro

0 komentar:

Posting Komentar